LPI Siap Sodorkan Data Di Kejaksaan. Terkait proyek irigasi 16,9 M. Yang melekat Di balai BWS
- account_circle Al Muhammad
- calendar_month Kam, 24 Jul 2025

Foto: Rajak Idrus, Koordinator LPI Malut.
Halteng, Kokehe – Lembaga Pemantau Independen (LPI) Maluku Utara bakal menyerahkan data terkait dugaan penyimpangan proyek pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi D.I Tilepo (tahap IV) kepada Kejaksaan. Proyek senilai Rp16,9 miliar ini berada di bawah kewenangan Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara.
Koordinator LPI Malut, Rajak Idrus, mengatakan pihaknya telah mengikuti perkembangan proyek sejak proses lelang hingga pelaksanaan di lapangan.
Ia mengaku, LPI telah mengantongi sejumlah dokumen penting yang akan dijadikan dasar laporan resmi ke penegak hukum.
“Kami ikuti dari awal, dari proses tender sampai pekerjaan berjalan di lapangan. Dan kami sudah kantongi beberapa dokumen yang bisa dijadikan bukti untuk dilaporkan,” kata Rajak.
LPI menilai pelaksanaan proyek tersebut sangat tidak masuk akal. Mereka menduga pekerjaan tersebut memang sejak awal didesain tidak sesuai RAB, dengan kualitas pengerjaan yang jauh dari standar.
LPI bahkan mencurigai adanya kerja sama antara pihak satuan kerja (Satker), PPK, dan kontraktor pelaksana yang lebih mementingkan keuntungan daripada mutu pekerjaan.
“Proyek seperti ini harus segera dilaporkan dan diproses secara hukum. Kami berencana menggandeng BPKP dan kejaksaan untuk cek langsung ke lapangan,” lanjut Rajak.
Saat meninjau lokasi proyek, LPI mengaku kecewa. Mereka menemukan pekerjaan penyusunan batu yang hanya disusun seperti ‘susun piring’, lalu langsung diplester dari luar, padahal anggaran proyek ini tergolong besar.
Diketahui, proyek pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi D.I Tilepo tahap IV senilai Rp16.933.082.000,06 ini dikerjakan oleh PT Limau Gapi Konstruksi. Sementara itu, CV Atrium Arsitek Konsultan bertindak sebagai pengawas teknis.
Proyek dimulai sejak 20 Maret 2025 dengan masa pelaksanaan selama 270 hari kalender, dibiayai melalui APBN 2025 di bawah Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
“Pekerjaan itu sangat tidak masuk akal. Kami sudah turun ke lokasi dan melihat langsung. Pihak kontraktor, PPK, dan direksi harus bertanggung jawab,” tegas Rajak.
Lebih lanjut, LPI menilai sangat tidak mungkin pihak BWS tidak mengetahui kondisi pekerjaan di lapangan, terutama PPK.
Mereka menyebut penyusunan batu seharusnya menggunakan campuran semen dan pasir (spesi) sesuai standar konstruksi, namun di lapangan, batu hanya dilempari campuran dari atas dan langsung diplester tanpa ikatan kuat.
“Ini bukan teknik bangunan. Ini akal-akalan. Kami khawatir bangunan ini tidak akan bertahan lama, dan ternyata di lapangan memang sudah mulai ambruk,” ujar Rajak.
LPI juga telah menghubungi sejumlah masyarakat untuk dijadikan saksi apabila proses hukum berjalan, karena banyak warga yang menyaksikan langsung kualitas pekerjaan tersebut.
“Kami akan segera melayangkan surat resmi kepada BPKP dan Kejaksaan untuk bersama-sama turun ke lokasi. LPI akan kawal penuh kasus ini agar tidak dibiarkan berlarut-larut,” pungkasnya.
- Penulis: Al Muhammad