Somasi Diabaikan, Kasus Sengketa Tanah di Morotai Berujung Laporan Polisi
- account_circle Al Muhammad
- calendar_month Rab, 24 Sep 2025

Santo Daeng Suki melalui PH saat membuat laporan di Polres Pulau Morotai.
MOROTAI,KOKEHE – Sengketa tanah di Kabupaten Pulau Morotai kembali mencuat. Seorang warga bernama Santo Daeng Suki melalui tim kuasa hukumnya resmi melaporkan empat orang terlapor atas dugaan tindak pidana penyerobotan dan penguasaan tanah tanpa hak ke Kepolisian Resor Pulau Morotai, Selasa (23/9/2025).
Dalam laporan yang diajukan, tim kuasa hukum yang terdiri dari Zulfikran A. Bailussy, Susanti Daeng Suki, dan Marwan A. Sahjat menegaskan bahwa klien mereka adalah pemilik sah tanah seluas ±370 m² berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 318. Sertifikat itu merupakan hasil jual beli sah dengan Suharti Said, salah satu ahli waris yang berhak, pada 22 November 2023, yang turut disahkan oleh Kepala Desa Daruba.
Namun, lahan tersebut justru diklaim dan diperjualbelikan berulang kali oleh para terlapor. Berdasarkan penelusuran kuasa hukum, Farman Husain menjual tanah itu kepada Yasim Totona, lalu Yasim kembali menjualnya kepada M. Afif Wangko. Bahkan, Afif diduga telah mendirikan bangunan di atas tanah tersebut meskipun telah diberikan somasi dan peringatan hukum.
Upaya penyelesaian secara damai sebenarnya sudah difasilitasi Pemerintah Desa Daruba melalui mediasi pada 23 September 2025. Akan tetapi, para terlapor tidak menghadiri pertemuan tersebut. Tim kuasa hukum menilai ketidakhadiran itu sebagai bukti bahwa para terlapor tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketa secara musyawarah kekeluargaan.
“Tindakan para terlapor jelas melawan hukum. Klien kami mengalami kerugian materil maupun immateril. Oleh karena itu, kami minta aparat kepolisian segera memproses laporan ini sesuai ketentuan Pasal 385 KUHP, Pasal 167 KUHP, serta Pasal 55 KUHP tentang penyertaan,” tegas Zulfikran Bailussy, selaku Ketua Tim Kuasa Hukum.
Sementara itu, Marwan A. Sahjat, anggota tim hukum, menekankan bahwa kasus ini bukan hanya sengketa tanah biasa, melainkan menyangkut kepastian hukum bagi warga.
“Jika kasus seperti ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk. Kepastian hukum atas tanah harus dijaga karena menyangkut hak dasar masyarakat. Negara tidak boleh kalah dengan praktik-praktik penyerobotan tanah. Apalagi, surat pelepasan hak dari desa tidak memiliki kekuatan pembuktian sebagai dasar kepemilikan tanah. Dokumen itu tidak bisa membatalkan SHM, karena kewenangan atas peralihan hak tanah sepenuhnya ada di BPN,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Susanti Daeng Suki, yang menyoroti kejanggalan dalam dokumen yang dipakai terlapor.
“Dalam surat pelepasan hak tanah disebutkan pihak pertama adalah Yasim Totona, tetapi yang menandatangani justru Acim Hi. Kamel. Ini jelas menimbulkan dugaan kuat bahwa dokumen tersebut cacat hukum, tidak sah, bahkan berpotensi pemalsuan. Kami mendesak agar aparat segera mengusut tuntas persoalan ini,” tegasnya.
- Penulis: Al Muhammad
- Editor: Muhammad S. Haliun