PT Karya Wijaya Milik Gubernur Malut Disorot, Bupati Halteng Akui Tak Tahu IPPKH
- account_circle Al Muhammad
- calendar_month Rab, 24 Sep 2025

TERNATE – KOKEHE – Komisi IV DPR RI secara tegas menyoroti dugaan praktik penambangan ilegal yang dilakukan PT Karya Wijaya, perusahaan yang diduga milik Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah Selasa (23/9/2025).
Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, mempertanyakan legalitas PT Karya Wijaya yang diduga tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Pertanyaan itu ditujukan langsung kepada Bupati Halteng, Ikram Malan Sangaji.
“Terkait dugaan penambangan ilegal, saya sudah kirim ke Dirjen Gakkumdu apakah Bupati di daerah mengetahui perusahaan ini atau tidak. Jangan sampai juga hoaks,” tegas Rajiv.
Selain itu, Rajiv juga menyoroti lemahnya pelaksanaan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) oleh sejumlah perusahaan pertambangan di Maluku Utara.
“Kalau ada perusahaan yang tidak menjalankan rehabilitasi DAS, harus dievaluasi dan izinnya dicabut agar kawasan hutan tetap terjaga,” tambahnya.
Menanggapi sorotan DPR RI, Bupati Halteng Ikram Malan Sangaji mengaku tidak mengetahui secara detail legalitas IPPKH PT Karya Wijaya.
“Kayaknya bukan hanya perusahaan itu saja yang viral, tapi banyak sekali. Gimana saya mau tahu, orang izinnya ada di pusat. Jadi kami nggak tahu IPPKH ada atau tidak,” ujarnya.
Ikram menambahkan, pihaknya memantau data perizinan melalui situs resmi Kementerian Kehutanan.
“Saya punya data, karena saya pantau di website Kementerian Kehutanan. Pemerintah Pusat lebih mengetahui,” jelasnya.
Sebelumnya, PT Karya Wijaya tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tertanggal 24 Mei 2024. Dalam laporan tersebut disebutkan perusahaan tidak memiliki IPPKH, belum menempatkan jaminan reklamasi pascatambang, serta tidak mengantongi izin jetty.
PT Karya Wijaya pertama kali mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada masa Gubernur Malut almarhum Abdul Gani Kasuba, dengan nomor 502/34/DPMPTSP/XII/2020 untuk luas 500 hektare hingga 2040.
Pada Januari 2025, perusahaan itu memperoleh pembaruan IUP dengan nomor 04/1/IUP/PMDN/2025 dan memperluas areal konsesi menjadi 1.145 hektare hingga Maret 2036, mencakup wilayah Halteng dan Halmahera Timur.
Selain masalah perizinan, PT Karya Wijaya juga disebut terlibat sengketa hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) dengan PT FBLN, karena beroperasi di wilayah konsesi milik perusahaan tersebut.
- Penulis: Al Muhammad