Aliansi Maba Sangaji Desak Pencabutan IUP PT Position dan Sah-kan RUU Adat
- account_circle Al Muhammad
- calendar_month Rab, 6 Agu 2025

Aksi protesdi depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara
Ternate,Kokehe – Aksi protes kembali digelar di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Rabu pagi, 6 Juli 2025. Aliansi Solidaritas 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji Menggugat menilai negara tengah melakukan kriminalisasi terhadap warganya sendiri.
Unjuk rasa ini bertepatan dengan sidang perdana 11 warga Maba Sangaji yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Tidore dengan agenda pembacaan tuntutan.
“Ini bukan sekadar kriminalisasi, tapi upaya sistematis membungkam suara masyarakat adat yang mempertahankan ruang hidup mereka,” ujar Mujahir Sabihi, Koordinator Aksi.
Mereka mengecam aparat penegak hukum yang dianggap berpihak pada perusahaan tambang, PT Position, yang sebelumnya didemo oleh warga.
Dalam aksinya, massa menyuarakan sejumlah tuntutan. Di antaranya, pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Position, pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat, serta desakan kepada Kapolda Maluku Utara untuk memeriksa PT Position yang dituding merugikan negara hingga Rp374,9 miliar.
“Kami juga mendesak Kejati memperhatikan hak-hak masyarakat adat Maba Sangaji dan meminta Pemprov Malut bersikap tegas. Jika tidak, kami minta Maluku Utara referendum,” lanjutnya
Aliansi menyebutkan, sejauh ini Pemerintah Provinsi Maluku Utara tidak menunjukkan keberpihakan terhadap warga yang ditahan. Mereka menilai ada pembiaran terhadap praktik diskriminatif terhadap masyarakat adat.
Penangkapan terhadap 11 warga Maba Sangaji sendiri bermula dari demonstrasi penolakan aktivitas pertambangan PT Position pada 18 Mei 2025. Total 27 warga sempat diamankan.
Mereka merupakan penduduk lokal yang selama ini hidup dari hutan dan sungai yang kini terancam oleh kegiatan tambang. Namun, suara mereka justru dibalas dengan kekerasan.
Menurut pengakuan keluarga dan pendamping hukum, penangkapan dilakukan secara represif. Polisi diduga menggunakan kekerasan fisik dan intimidasi saat mengangkut warga ke Ternate.
Di Polda Maluku Utara, para warga ditahan tanpa pendamping hukum. Mereka diperiksa satu per satu, diambil sidik jari, bahkan dipaksa melakukan tes urine yang diduga cacat prosedur. Setelah interogasi berlangsung, 16 dari 27 warga dibebaskan, sementara 11 lainnya kini menjalani proses hukum.
Aliansi menyebut, penahanan warga adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat adat dan sekaligus pengabaian terhadap dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan PT Position.
“Yang ditangkap bukan perusak lingkungan, melainkan penjaga alam,” tegasnya.
- Penulis: Al Muhammad
