Seruan Pembebasan 11 Warga Adat Maba Sangaji Menggema di Perbatasan RI-Palau
- account_circle Al Muhammad
- calendar_month Ming, 17 Agu 2025

Bentangan Bendera sepanjang 80 meter di pesisir pulau terluar Indonesia.
Weda, Kokehe – Seruan terhadap 11 warga adat Maba Sangaji menggema dari pesisir perbatasan Republik Indonesia dan Negara Palau pada Minggu, 17 Agustus 2025.
Dalam peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-80, puluhan pemuda, mahasiswa, dan tokoh adat di Kecamatan Patani Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, menyuarakan ketidakadilan yang menimpa komunitas adat.
Upacara digelar di pulau Sayafi wilayah pesisir yang bersisian langsung dengan Negara Palau. Namun, semangat perayaan kemerdekaan tahun ini berbaur dengan nada protes dan perlawanan.
Usai upacara bendera, para peserta membentangkan Bendera Merah Putih sepanjang 80 meter di pesisir pantai Pulau Jiew,Sayafi, Pulau dan Liwo.
Aksi simbolik itu disertai dengan tuntutan pembebasan 11 warga adat Maba Sangaji yang kini mendekam dalam tahanan Polda Maluku Utara, setelah memprotes aktivitas pertambangan yang dituding mencaplok tanah adat dan merusak lingkungan sekitar.
“Ini bukan hanya soal kemerdekaan formal, ini tentang mempertahankan tanah dan hidup kami,” ujar Ketua Himpunan Mahasiswa Patani (Hipma Patani), Muhammad Nur Hazzaq Rafli.
Ia menyebut penangkapan terhadap para warga adat sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pembela hak-hak tradisional. “Bagaimana kita bisa menjaga kedaulatan NKRI di perbatasan, jika tanah adat kami sendiri tidak dijaga oleh negara,” katanya.
Menurut Hazzaq, kesebelas warga adat tersebut bukan kriminal, melainkan pejuang lingkungan dan penjaga warisan leluhur mereka.
11 warga ini sebelumnya menolak aktivitas tambang yang diduga beroperasi tanpa persetujuan masyarakat adat dan tanpa kajian lingkungan yang memadai. Aksi damai yang dilakukan berujung pada tindakan represif aparat.
Kekhawatiran akan ketimpangan hukum dan minimnya perlindungan terhadap masyarakat adat kembali mencuat dari wilayah-wilayah pinggiran negeri.
“Kami berharap negara tidak hanya hadir secara simbolik di perbatasan, tapi juga secara nyata membela dan melindungi masyarakat adat di garis depan,” ujar Hazzaq.
- Penulis: Al Muhammad
- Editor: Muhammad S. Haliun