LBH Ansor Ternate Angkat Suara soal Polemik HIPMI dan KONI Malut
- account_circle Al Muhammad
- calendar_month Sen, 6 Okt 2025

Zulfikran Bailussy, Ketua LBH Ansor Ternate
Nama Rio C. Pawane belakangan jadi sorotan karena niatnya maju sebagai Ketua HIPMI Malut. Padahal, bagi LBH Ansor, HIPMI tak lebih dari organisasi profesi pengusaha muda.
Zulfikran mengutip Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HIPMI yang anggota organisasi ini adalah warga negara Indonesia yang bukan PNS, TNI, atau Polri. Tidak ada larangan bagi pejabat publik non-ASN yang juga pengusaha.
“Rio bukan ASN. Ia pengusaha muda yang juga menjabat wakil bupati. Sepanjang tak ada benturan kepentingan, ia berhak ikut kontestasi organisasi,” katanya.
Menurut Zulfikran, pandangan yang menolak pejabat publik aktif di HIPMI justru menafsirkan “independensi” secara sempit.
“Independensi HIPMI bukan berarti steril dari pejabat publik, tapi bebas dari intervensi pemerintah dan partai politik,” ujarnya.
Sementara itu, di kubu KONI Maluku Utara, nama Sarbin Sehe menuai perdebatan serupa. Sebagian pihak menganggap wakil gubernur tak pantas mencalonkan diri sebagai Ketua KONI.
“KONI bukan lembaga pemerintah, bukan BUMD, dan bukan badan usaha. Ia organisasi olahraga non-profit,” tegas Zulfikran.
Dalam AD/ART KONI disebutkan bahwa pengurus bisa berasal dari berbagai unsur masyarakat, asalkan memiliki kepedulian terhadap olahraga dan tidak sedang menjalani sanksi hukum.
“Beliau punya rekam jejak panjang di bidang olahraga daerah. Tak ada alasan hukum untuk melarangnya,” katanya.
LBH Ansor melihat perdebatan ini tak sepenuhnya murni soal hukum. Ada aroma politik yang kuat.
“Hukum sering dipelintir untuk kepentingan kontestasi. Tafsir hukum tak bisa pakai kacamata kuda,” ujar Zulfikran dengan nada keras.
Ia menilai sebagian pihak sengaja menggiring opini publik dengan tafsir hukum yang parsial. “Kritik boleh, tapi jangan menyesatkan publik dengan tafsir yang salah,” katanya.
Zulfikran kemudian menyimpulkan lima hal penting: HIPMI dan KONI bukan badan usaha; larangan rangkap jabatan hanya berlaku untuk jabatan bisnis dan pejabat negara lain AD/ART kedua organisasi itu tidak menutup peluang bagi pejabat publik non-ASN; pencalonan Rio dan Sarbin sah secara hukum; dan, yang terpenting, hukum tidak boleh dijadikan alat politik praktis.
“Kalau setiap pejabat publik dilarang berorganisasi, kita akan kehilangan semangat partisipasi sosial. Negara justru butuh pejabat yang mau turun tangan membangun komunitas,” ujarnya.
Bagi LBH Ansor Ternate, perdebatan hukum semestinya tidak menggerus semangat kebersamaan. Baik HIPMI maupun KONI, kata Zulfikran, adalah ruang pengabdian.
“Selama tidak ada penyalahgunaan jabatan, jangan halangi anak negeri yang ingin berbuat untuk daerahnya,” ujarnya menutup pembicaraan.
- Penulis: Al Muhammad
